Tom Lembong di Pusaran Kritik: Kapitalisme sebagai “Vonis” di Panggung Ekonomi Indonesia
- account_circle Aydin prayata
- calendar_month
- comment 0 komentar

Tom Lembong di Pusaran Kritik: Kapitalisme sebagai "Vonis" di Panggung Ekonomi Indonesia
Jakarta, 22 Juli 2025 – Nama Tom Lembong, yang dikenal erat dengan gagasan ekonomi liberal dan kapitalisme pasar, kini menghadapi tantangan besar di kancah politik dan ekonomi Indonesia. Mantan Kepala BKPM dan penasihat senior ini, yang selama ini mengadvokasi investasi asing dan efisiensi pasar, belakangan ini justru menjadi sorotan. Istilah “vonis” yang mengemuka tidak merujuk pada putusan hukum, melainkan pada penilaian publik dan politis yang mulai mempertanyakan relevansi pendekatan ekonomi pro-pasar bebasnya. Ini terjadi seiring dengan semakin kuatnya narasi tentang pemerataan, perlindungan UMKM, dan kedaulatan ekonomi, yang kerap mengkritik dampak “kapitalisme global” atau “liberalisasi berlebihan.”
Pergeseran Narasi Politik dan Posisi Tom Lembong
Setelah dinamika politik pasca-pemilu, fokus kebijakan pemerintah baru di Indonesia terlihat bergeser. Ada penekanan lebih besar pada ekonomi kerakyatan, penguatan BUMN, dan regulasi ketat terhadap investasi asing di sektor-sektor strategis. Retorika ini seringkali mempertentangkan “ekonomi berbasis kerakyatan” dengan “ekonomi kapitalis” yang dinilai hanya menguntungkan segelintir pihak.
Dalam iklim politik yang berubah ini, Tom Lembong, sebagai pendukung kuat investasi asing langsung dan deregulasi, secara tidak langsung menjadi simbol dari pendekatan ekonomi yang sedang dievaluasi ulang. Pandangan-pandangannya yang dulu dianggap progresif, kini justru menjadi sasaran kritik dari kelompok yang menginginkan intervensi negara yang lebih besar dalam ekonomi.
Dampak pada Pengaruh dan Relevansi Publik
“Vonis” terhadap kapitalisme dalam narasi publik ini berpotensi membatasi pengaruh Tom Lembong dalam perumusan kebijakan. Jika sebelumnya ia sering menjadi rujukan utama bagi investor asing dan penasihat strategis, kini ia dituntut untuk beradaptasi dengan iklim politik yang lebih condong ke regulasi dan perlindungan domestik.
Dr. Indah Permata, pengamat politik dari Universitas Indonesia, menjelaskan, “Dulu, investasi dan pertumbuhan melalui mekanisme pasar adalah prioritas. Sekarang, ada penekanan kuat pada keadilan, kedaulatan pangan, dan perlindungan UMKM, yang terkadang berbenturan dengan prinsip kapitalisme murni.” Menurutnya, figur seperti Tom Lembong perlu menemukan keseimbangan baru atau beradaptasi agar tetap relevan.
- Penulis: Aydin prayata