Seruan Save Raja Ampat Publik Desak Penghentian Tambang
- account_circle Asnaura
- calendar_month
- comment 0 komentar

Seruan Save Raja Ampat Publik Desak Penghentian Tambang
Jakarta, 9 Juni 2025 – Gerakan #SaveRajaAmpat kembali menggema di berbagai platform media sosial, menyuarakan penolakan terhadap aktivitas tambang nikel yang berpotensi merusak keindahan alam di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Desakan publik ini mendapat respons cepat dari pemerintah pusat, dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menemukan sejumlah pelanggaran serius dan Kementerian ESDM menghentikan sementara operasional salah satu perusahaan tambang.
Permata Dunia yang Terancam Eksploitasi
Raja Ampat dikenal luas sebagai “The Last Paradise on Earth”, gugusan pulau tropis dengan perairan kaya kehidupan bawah laut, bentangan karst megah, serta tutupan hutan yang rapat dan alami. Kawasan ini telah diakui UNESCO sebagai situs warisan dunia global geopark, dan merupakan jantung dari Segitiga Terumbu Karang serta pusat keanekaragaman hayati laut dan darat. Bagi masyarakat setempat, Raja Ampat bukan hanya keindahan alam, melainkan juga sumber utama kehidupan.
Namun, laporan Greenpeace Indonesia mengungkapkan bahwa aktivitas tambang nikel telah mengancam keasrian Raja Ampat. Ada pulau kecil yang sudah dikeruk dan hutan yang dibabat, berpotensi mencemari sumber air, merusak kehidupan bawah laut, dan menghilangkan sumber mata pencarian masyarakat. Gerakan #SaveRajaAmpat yang masif di media sosial pun didukung dengan petisi online yang mengajak masyarakat mendesak pemerintah untuk mengevaluasi dan mencabut izin tambang nikel.
Investigasi KLHK Ungkap Pelanggaran Serius Empat Perusahaan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah melakukan pengawasan intensif terhadap kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat pada 26-31 Mei 2025. Hasil pengawasan ini mengungkap sejumlah pelanggaran serius oleh empat perusahaan yang mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP): PT GN, PT KSM, PT ASP, dan PT MRP.
KLHK menemukan bahwa PT ASP, sebuah perusahaan penanaman modal asing asal Tiongkok, melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas kurang lebih 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah. Pihak KLHK bahkan telah memasang plang peringatan sebagai bentuk penghentian aktivitas di lokasi ini.
Sementara itu, PT GN beroperasi di Pulau Gag dengan luas kurang lebih 6.030,53 hektare. Baik Pulau Manuran maupun Pulau Gag tergolong pulau kecil, yang aktivitas pertambangan di dalamnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. KLHK kini tengah mengevaluasi Persetujuan Lingkungan PT ASP dan PT GN, dan jika terbukti bertentangan dengan ketentuan hukum, izin lingkungan mereka akan dicabut.
Ditemukan juga bahwa PT MRP tidak memiliki dokumen lingkungan dan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele, sehingga seluruh kegiatan eksplorasinya dihentikan. Adapun PT KSM terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawe, yang telah menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai dan akan dikenai sanksi administratif serta berpotensi menghadapi gugatan perdata.
Pemerintah Bertindak Tegas, PT Gag Nikel Dihentikan Sementara
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. Ia menyatakan KLHK tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 juga memperkuat kebijakan pelarangan aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil, karena dapat menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan.
Merujuk pada temuan tersebut dan desakan publik, Sekretaris Kabinet (Seskab) RI Teddy Indra Wijaya memastikan bahwa pemerintah telah menindaklanjuti persoalan tambang nikel di Raja Ampat secara cepat dan intensif. Sebagai langkah konkret dan mendesak, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia secara resmi telah menghentikan sementara aktivitas produksi PT Gag Nikel di Pulau Gag. Penghentian ini dilakukan menyusul desakan aktivis lingkungan dan masyarakat sipil yang menilai aktivitas tersebut mengancam ekosistem Raja Ampat, sembari menunggu hasil peninjauan dan verifikasi dari tim Kementerian ESDM.
- Penulis: Asnaura