Pemilu Yordania: Bagaimana reformasi elektoral akan memengaruhi pemilu

Amman, Yordania – Warga negara akan memberikan suaranya dalam pemilihan bersejarah untuk majelis rendah Parlemen Yordania yang beranggotakan 138 orang pada hari Selasa.

Pemilu legislatif ini merupakan pemilu pertama sejak amandemen konstitusi tahun 2022 dan penerapan undang-undang baru yang mengatur pemilu dan partai politik, yang bertujuan untuk mendemokratisasi dan meningkatkan peran partai politik di negara tempat afiliasi kesukuan memainkan peran politik dominan.

Apa saja undang-undang ini? Dan apakah undang-undang ini akan membuat perbedaan dalam cara pemerintahan Yordania?

Berikut ini yang perlu Anda ketahui:

Kapan reformasi disetujui?

Raja Yordania Abdullah II membentuk Komite Kerajaan untuk Memodernisasi Sistem Politik pada tahun 2021. Rekomendasi komite disetujui pada bulan Maret 2022.

Undang-Undang Pemilu yang baru membuka jalan bagi peran yang lebih besar bagi partai politik dan juga mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di DPR, majelis rendah Parlemen.

Rakyat secara langsung memilih wakil-wakil rakyat untuk DPR setiap empat tahun, tetapi seluruh 65 anggota majelis tinggi Parlemen ditunjuk oleh raja.

Apa yang mereka ubah?

Para kandidat akan bersaing di 18 distrik lokal dalam sistem perwakilan proporsional daftar terbuka (OLPR) – yang diperkenalkan dalam reformasi tahun 2016 – untuk memperebutkan 97 dari 138 kursi parlemen. Pemilu parlemen terakhir pada tahun 2020 membagi pemungutan suara menjadi 23 distrik elektoral untuk 130 kursi.

Sistem OLPR memungkinkan pemilih untuk memberikan suara bagi kandidat individual pada daftar partai.

Kursi yang diperuntukkan bagi perempuan telah meningkat menjadi 18 dari 15 kursi sebelumnya. Jumlah kursi yang diperuntukkan bagi umat Kristen telah menurun dari sembilan menjadi tujuh kursi sejak pemilihan terakhir, dan kursi yang diperuntukkan bagi minoritas Chechnya dan Sirkasia telah menurun dari tiga menjadi dua kursi.

Perubahan utamanya adalah bahwa partai politik berlisensi sekarang dapat bersaing dalam sistem perwakilan proporsional daftar tertutup (CLPR) untuk sisa 41 kursi parlemen yang dialokasikan untuk distrik nasional.

Dalam sistem CLPR, pemilih secara efektif hanya dapat memilih partai politik secara keseluruhan, bukan kandidat individu.

Mengapa reformasi diperkenalkan?

Sistem pemilu Yordania telah dikritik oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia karena lebih mengutamakan kandidat independen yang berafiliasi dengan suku daripada partai politik.

Pemungutan suara juga lebih kuat di daerah pedesaan dan suku, yang coba diatasi oleh reformasi dengan sistem distrik nasionalnya.

Reformasi tersebut merupakan upaya untuk “menghilangkan kesukuan di Parlemen” dan “memperbarui kehidupan politik di Yordania”, kata Merissa Khurma, direktur Program Timur Tengah di Wilson Center, kepada Al Jazeera.

Jumlah pemilih hanya 29 persen pada pemilihan November 2020, turun dari 36 persen pada tahun 2016. Penurunan ini menurut Khaled Kalaldeh, kepala komisioner Komisi Pemilihan Umum yang saat itu dikelola negara, disebabkan oleh pandemi COVID-19.

Sean Yom, pakar Yordania di Temple University, menganggap penting untuk melihat reformasi ini dalam konteks krisis ekonomi dan politik yang dipicu oleh Musim Semi Arab.

Selain itu, Yordania juga mengalami inefisiensi, korupsi, dan pengangguran yang tinggi – 21 persen pada kuartal pertama tahun 2024 – yang berdampak pada “hampir semua sektor masyarakat, selain dari kaum kapitalis dan elit politik yang sangat sempit”, kata Yom.

Perang Israel di Gaza dan ketegangan regional juga telah memengaruhi sektor pariwisata di Yordania, yang menyumbang sekitar 14 persen dari produk domestik bruto negara tersebut.

Reformasi tersebut menandakan upaya negara untuk menunjukkan bahwa mereka mendengarkan kekhawatiran publik dan “memiliki visi demokrasi yang positif bagi Yordania”, kata Yom.

Ia mencatat bahwa langkah tersebut juga merupakan upaya untuk menunjukkan kepada sekutu internasional – khususnya Amerika Serikat, donor terpenting bagi Yordania – bahwa Yordania adalah “negara progresif liberal yang berusaha memenuhi janjinya untuk melakukan liberalisasi”.

Siapa yang akan terpengaruh?

Para ahli mengatakan kecil kemungkinan reformasi akan menciptakan lanskap politik baru sepenuhnya dalam pemilu ini, tetapi reformasi dapat mengarah pada perbaikan bertahap.

Khurma menjelaskan bahwa Yordania belum memiliki “budaya politik” yang terbuka, dan banyak partai politik baru dalam pemilu ini tidak memiliki program yang jelas.

Ia mengatakan hal itu tidak akan berdampak besar pada jumlah pemilih dalam pemilu ini, sambil menunjukkan bahwa jumlah pemilih diperkirakan masih rendah.

Pemilu ini diadakan di tengah “lingkungan politik yang sangat tegang” yang diakibatkan oleh perang Israel di Gaza, katanya, dan Yordania juga berada dalam “lingkungan ekonomi yang sangat menantang dengan tingkat pengangguran yang sangat tinggi”, isu-isu yang dapat melemahkan minat publik terhadap perubahan bertahap pada undang-undang pemilu.

Yordania telah berupaya untuk berjalan di atas tali politik yang ketat selama perang dengan mempertahankan hubungan diplomatik dengan Israel dan bahkan campur tangan dalam serangan balasan Iran terhadap Israel pada bulan April ketika Yordania menembak jatuh rudal saat terbang di atas wilayahnya.

Sikap ini telah membuat marah sebagian besar warga Yordania, banyak di antaranya adalah keturunan warga Palestina yang dipaksa keluar dari tanah mereka pada masa Nakba dan perang 1967.

Tingkat partisipasi warga negara Yordania keturunan Palestina sangat rendah pada pemilu 2020, rata-rata hanya 10 persen di ibu kota negara, Amman.