Luncurkan Strategi SIMPATIK, Pemkab Banjarnegara Tegaskan Komitmen Eliminasi TBC 2030
- account_circle Salomo Rudianto
- calendar_month
- comment 0 komentar

Luncurkan Strategi SIMPATIK, Pemkab Banjarnegara Tegaskan Komitmen Eliminasi TBC 2030
Banjarnegara – Pemerintah Kabupaten Banjarnegara menunjukkan keseriusan dalam menghadapi tantangan penyakit menular yang masih menghantui masyarakat, khususnya Tuberkulosis (TBC). Melalui peluncuran strategi SIMPATIK (Sinergi Bersama Menuju Eliminasi TBC), Pemkab Banjarnegara menetapkan komitmen kuat untuk mencapai target eliminasi TBC pada tahun 2030.
Acara peluncuran strategi ini digelar di Aula Dinas Kesehatan Banjarnegara, Senin (17/6/2025), dan dihadiri oleh berbagai pihak, mulai dari pejabat pemerintah daerah, tenaga kesehatan, organisasi non-pemerintah, hingga kader kesehatan masyarakat. Kegiatan ini juga merupakan bagian dari kampanye nasional “Temukan, Obati Sampai Sembuh” yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan RI.
TBC Masih Jadi Beban Kesehatan
Data Dinas Kesehatan Banjarnegara menyebutkan bahwa pada tahun 2024, tercatat lebih dari 1.500 kasus TBC ditemukan dan ditangani di seluruh fasilitas kesehatan. Namun, diperkirakan masih banyak kasus yang belum terdeteksi atau belum tercatat secara resmi. Inilah yang menjadi fokus utama dari strategi SIMPATIK: meningkatkan deteksi dini, memperluas cakupan pengobatan, dan menekan angka penularan di masyarakat.
“Banjarnegara memiliki tanggung jawab besar untuk menurunkan kasus TBC. Strategi SIMPATIK bukan hanya sekadar program, tapi gerakan bersama untuk memastikan setiap warga yang terinfeksi mendapat akses layanan kesehatan yang cepat dan tuntas,” kata Kepala Dinas Kesehatan Banjarnegara, dr. Hj. Amalia Widyaningsih, dalam sambutannya.
Komponen Strategi SIMPATIK
SIMPATIK merupakan singkatan dari Sinergi Masyarakat, Pemerintah, dan Tenaga Kesehatan untuk Eliminasi TBC. Strategi ini terdiri dari beberapa pilar utama:
Peningkatan deteksi dini melalui skrining aktif di masyarakat, terutama di kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita HIV.
Penguatan kapasitas layanan kesehatan, termasuk pelatihan tenaga medis untuk diagnosis dan pengobatan TBC sesuai standar WHO.
Pendampingan pasien oleh kader TBC untuk memastikan kepatuhan terhadap pengobatan minimal 6 bulan.
Pemanfaatan teknologi digital untuk pelaporan kasus, pelacakan kontak erat, dan edukasi publik.
Keterlibatan lintas sektor, termasuk tokoh masyarakat, organisasi keagamaan, dan sektor pendidikan.
Dukungan dari Pemerintah Pusat dan Lembaga Mitra
Perwakilan dari Kementerian Kesehatan RI yang hadir dalam acara tersebut menyambut baik inisiatif daerah ini. “Strategi SIMPATIK bisa menjadi model nasional, karena menggabungkan pendekatan komunitas dengan sistem kesehatan formal. Dukungan dari kepala daerah sangat penting untuk menjaga keberlanjutan program ini,” ujar dr. Endang Setyowati, Kasubdit TBC Kemenkes.
Sementara itu, sejumlah LSM seperti Stop TB Partnership Indonesia dan Yayasan KNCV Indonesia turut hadir dan siap memberikan pendampingan teknis, pelatihan, serta dukungan logistik untuk penguatan SIMPATIK.
Harapan Menuju Eliminasi 2030
Bupati Banjarnegara, H. Tri Harso Widirahmanto, dalam sambutan tertulisnya menyampaikan bahwa Pemkab siap mengalokasikan anggaran khusus dalam APBD untuk mendukung kegiatan eliminasi TBC, mulai dari sosialisasi, pelatihan kader, hingga pengadaan alat diagnostik.
“Kita ingin Banjarnegara menjadi daerah bebas TBC lebih cepat dari target nasional. Melalui kolaborasi dan kerja nyata, tidak ada yang mustahil. Ini bukan hanya soal kesehatan, tapi tentang masa depan generasi kita,” tegasnya.
Edukasi dan Sosialisasi Berkelanjutan
Salah satu strategi yang sudah mulai berjalan sejak awal tahun adalah edukasi berbasis sekolah dan desa, di mana siswa dan warga diberikan pemahaman tentang gejala TBC, cara penularan, dan pentingnya tidak berhenti mengobati sebelum dinyatakan sembuh.
Dengan slogan “Temukan, Obati, Sampai Sembuh, Banjarnegara Tanpa TBC!”, diharapkan masyarakat lebih terbuka, tidak malu memeriksakan diri, dan bersedia mendukung pasien TBC di lingkungannya.
- Penulis: Salomo Rudianto