Klarifikasi Mantan Rektor UGM: Pencabutan Pernyataan Kontroversial Mengenai Ijazah Presiden Jokowi
- account_circle Shinta Nurfauziah
- calendar_month
- comment 0 komentar

Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Sofian Effendi (masa jabatan 2002-2007) baru-baru ini mencabut pernyataannya yang sempat mempertanyakan keaslian ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pernyataan kontroversial tersebut viral setelah diunggah dalam sebuah video di kanal YouTube “Langkah Update” pada Rabu, 16 Juli 2025.
Pernyataan Awal yang Kontroversial
Dalam video tersebut, Sofian Effendi mengklaim bahwa Jokowi tidak lulus dari UGM karena Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) di bawah 2, skripsi tidak valid, dan format ijazah tidak sesuai standar UGM tahun 1980-an. Pernyataan ini sontak memicu kegaduhan di tengah masyarakat dan kembali menghidupkan polemik lama tentang ijazah Jokowi.
Klarifikasi dan Pencabutan Pernyataan
Sehari setelah video tersebut beredar, tepatnya pada Kamis, 17 Juli 2025, Sofian Effendi secara resmi mencabut seluruh pernyataannya. Ia mengakui bahwa informasi yang disampaikannya sebelumnya tidak lengkap dan kurang akurat.
“Saya menyatakan mencabut seluruh pernyataan saya tersebut dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” ujar Sofian Effendi.
Ia juga menegaskan bahwa pernyataan resmi dari Rektor UGM saat ini, Prof. Dr. Ova Emilia, yang dikeluarkan pada 11 Oktober 2022, adalah yang benar dan sesuai dengan data serta bukti yang ada di UGM. Dalam kesempatan itu, Sofian Effendi juga menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak yang dirugikan atas pernyataannya.
Sikap Konsisten UGM
Sejak awal, UGM telah secara konsisten menegaskan keaslian ijazah dan status akademik Presiden Joko Widodo. Melalui pernyataan resmi Rektor Ova Emilia pada Oktober 2022, UGM menyatakan bahwa Joko Widodo adalah lulusan Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980 dan dinyatakan lulus pada tahun 1985. Seluruh data administrasi dan akademik Jokowi tercatat dengan sah di universitas.
Polemik mengenai ijazah Jokowi ini bukanlah hal baru. Tuduhan serupa telah muncul sejak Pemilu 2019 dan kembali mencuat pada 2022-2023, bahkan berujung pada proses hukum terhadap penyebar informasi palsu. Pencabutan pernyataan oleh mantan rektor ini diharapkan dapat mengakhiri spekulasi yang terus beredar di masyarakat.
- Penulis: Shinta Nurfauziah