Bahas Polemik UMP Banten, PD KAMMI Serang Gelar Dialog Bersama Buruh
- account_circle Admin
- calendar_month
- comment 0 komentar

PD.KAMMI Serang dan FSPMI berswafoto setelah melakukan dialog. Sumber : Istimewa
SERANG – Pengurus Daerah (PD) Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Serang Bersama Buruh Bahas Polemik Upah Minimum (UMP) Provinsi Banten yang mengalami kenaikan tapi menyedihkan
Menyikapi isu ketenagakerjaan yang tengah menyeruak di masyarakat Banten, PD KAMMI Serang gelar Diskusi Publik membahas Kontroversi Penetapan UMP Provinsi Banten, yang bertempat di Cafe J&C Seafood, Kemang, Kota Serang. Senin (27/12/2021).
Hadir dalam acara tersebut beberapa Narasumber diantaranya Riden Hatam Azis, Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Jemmy Ibnu Suardi, Dewan Pengupahan Provinsi Banten dan Aldi Agus Setiawan, Ketua Umum PD KAMMI Serang.
Diskusi Publik yang di Moderatori oleh Nuriman, Kabid Kebijakan Publik PD KAMMI Serang itu juga di ramaikan oleh kawan-kawan buruh dan mahasiswa dari lintas kampus di Serang.
Ketua Umum PD KAMMI Serang, Aldi Agus Setiawan menyampaikan terkait sikap Gubernur Banten, Wahidin Halim yang melakukan pelaporan kepada aparat kepolisian terhadap beberapa kawan-kawan buruh pasca Aksi Demonstrasi pada Rabu (22/12/2021), hingga berhasil menduduki gedung Gubernur. Aldi mengecam sikap Gubernur Wahidin Halim dan menganggap bahwa beliau tidak mencerminkan seorang pemimpin sejati.
“Pelaporan yang dilakukan oleh Gubernur Banten kepada kepolisian terhadap buruh yang secara notabene adalah rakyatnya sendiri. Tidak mencerminkan bahwa dia adalah negarawan sejati,” tegasnya.
Sementara, Riden Hatam Azis, menjelaskan bahwa problem yang terjadi saat ini polemik penetapan UMP Provinsi Banten tidak terlepas dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Lanjutnya Ia mengatakan bahwa setelah Ciptaker tersebut di sahkan maka saat itulah status pekerja akan sulit didapatkan.
“Problem yang fundamental dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja adalah status kerja. Penting untuk di ketahui bahwa status karyawan tetap akan sulit di dapatkan,” bebernya.
Padahal menurutnya, Undang-undang ketenagakerjaan harus memenuhi tiga unsur jaminan kerja yaitu Job Security, Income Security dan Social Security. Oleh karenanya Indonesia di era Presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin harus memperhatikan kembali hal tersebut dalam proses pembentukan suatu Undang-undang Ketenagakerjaan.
“Negara dalam membuat aturan ketenagakerjaan harus memenuhi tiga syarat, Job Security, Income Security dan Social Security,” jelasnya.
Kemudian, Ia mengatakan menyoal upaya buruh menuntut keadilan upah layak di Banten, Riden menjelaskan bahwa sebenarnya WH bisa menetapkan UMP lebih tinggi dari hanya 1,6%. Hal itu berdasarkan hasil penghitungan Inflasi 1,7 dan PDB 2,0 maka menurutnya UMP dapat naik sekitar 4,2%. Analisa yang telah dilakukannya berdasar kepada PP 78/2015 karena UU 11/2020 dinyatakan in-konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) maka oleh karena itu PP 36/2021 tidak relevan lagi untuk dijadikan dasar. Hal inilah yang juga dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anis Baswedan untuk menaikan UMP DKI menjadi 5,1%.
Sedangkan, salah satu Anggota Dewan Pengupahan Provinsi Banten Perwakilan FSP-KEP, Jemmy mengungkapkan bahwasanya mengenai UMP Banten yang hanya naik 1,6% atau sekitar Rp. 40.000, Jemmy Ibnu Suardi mengatakan miris dan menyedihkan karena kenaikan upah buruh di Banten lebih murah dari sewa toilet seharga Rp. 2000. Apabila di kalkulasi, Rp. 40.000 sebulan dalam sehari hasilnya hanya Rp. 1.500. Membayar sewa toilet pun tidak cukup.
“Kenaikan UMP sebesar Rp. 40.000 tidak lebih dari masuk toilet. Sedangkan sewa toilet Rp. 2000, selama satu bulan Rp. 60.000. Ini kenaikan kita hanya naik Rp. 40.000 artinya kurang dari biaya masuk toilet. Menyedihkan sekali,” pungkasnya (fjr)
Editor : Hilal Alfath
- Penulis: Admin
Saat ini belum ada komentar