Apa Jadinya Jika Filsafat Diajarkan Di SMA
- account_circle Muhammad Delvian
- calendar_month
- comment 0 komentar

Apa Jadinya Jika Filsafat Diajarkan Di SMA
Bayangkan sejenak sebuah skenario di mana mata pelajaran filsafat tidak lagi menjadi ranah eksklusif perguruan tinggi atau kursus daring yang diminati segelintir orang. Bagaimana jika kebijaksanaan kuno ini menduduki tempat terhormat di kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) kita di Indonesia Sedini itukah pemikiran kritis dan refleksi mendalam diajarkan kepada tunas bangsa.
Mengapa Filsafat Sejak Dini Sebuah Kebutuhan Mendesak
Dalam sistem pendidikan kita saat ini fokus cenderung pada akumulasi informasi dan persiapan ujian. Murid didorong untuk menghafal fakta dan rumus tetapi seringkali kurang dibekali alat untuk mempertanyakan mengapa atau bagaimana pengetahuan itu relevan dengan kehidupan mereka. Di sinilah filsafat berperan.
Mengajarkan filsafat sejak dini bukan berarti memaksa siswa menghafal nama filsuf atau teori yang rumit. Sebaliknya ini adalah tentang menanamkan cara berpikir. Filsafat melatih kita untuk menganalisis argumen mengidentifikasi asumsi tersembunyi dan mengevaluasi bukti secara logis. Ini mendorong rasa ingin tahu intelektual dan kemampuan untuk melihat berbagai sudut pandang.
Di era informasi yang melimpah ruah seperti sekarang ini keterampilan ini menjadi krusial. Siswa akan dihadapkan pada banjir informasi mulai dari berita daring hingga media sosial. Tanpa fondasi pemikiran kritis yang kuat mereka rentan terhadap misinformasi dan propaganda. Filsafat dapat menjadi benteng yang kokoh melawan arus informasi yang menyesatkan ini.
Transformasi dalam Ruang Kelas dan Pikiran Siswa
Jika filsafat masuk ke bangku SMA kita bisa membayangkan beberapa perubahan signifikan. Pertama diskusi dan debat akan menjadi inti pembelajaran. Kelas tidak lagi hanya diisi dengan ceramah satu arah melainkan percakapan yang hidup di mana siswa didorong untuk mengungkapkan ide-ide mereka dan menantang pemikiran satu sama lain dengan cara yang konstruktif.
Kedua siswa akan belajar bahwa ada lebih dari satu jawaban untuk banyak pertanyaan penting. Mereka akan diperkenalkan pada kerumitan moral etika dan eksistensi. Ini akan membantu mereka mengembangkan toleransi terhadap perbedaan pendapat dan pemahaman yang lebih dalam tentang kompleksitas dunia.
Ketiga filsafat dapat membantu siswa menemukan makna dan tujuan dalam hidup mereka. Pertanyaan pertanyaan mendasar tentang kebahagiaan keadilan dan kebenaran seringkali muncul di usia remaja. Dengan panduan filsafat mereka dapat mulai menggali pertanyaan pertanyaan ini secara sistematis membangun fondasi untuk identitas diri yang kuat dan prinsip hidup yang jelas.
Tantangan dan Harapan
Tentu saja implementasi gagasan ini tidak akan mudah. Kita perlu memikirkan bagaimana kurikulum akan dirancang agar sesuai dengan usia dan tingkat pemahaman siswa SMA. Pelatihan guru juga menjadi kunci memastikan mereka tidak hanya menguasai materi tetapi juga metode pengajaran yang partisipatif dan inspiratif.
Namun potensi manfaatnya jauh melampaui tantangannya. Membangun generasi yang berpikir kritis memiliki empati dan mampu berargumen secara rasional adalah investasi jangka panjang bagi masa depan bangsa. Ketika filsafat duduk di bangku SMA kita tidak hanya mendidik calon ilmuwan atau pekerja tetapi juga warga negara yang bijaksana dan manusia yang utuh.
Maka pertanyaannya bukan lagi “Apa jadinya” melainkan “Kapan kita akan memulainya”. Apakah sudah saatnya kita memberikan kunci pemikiran ini kepada generasi muda kita lebih awal?
- Penulis: Muhammad Delvian