Gejolak Demokrasi di UIN Antasari Banjarmasin Panas, Mahasiswa Minta Rektor Responsif
- account_circle Admin
- calendar_month
- comment 0 komentar
KBM FTK UIN Antasari Banjarmasin membaca pernyataan sikap, Foto: Istimewa.
BANJARMASIN – Bermula dari Rapat Akbar seluruh KBM se-UIN Antasari Banjarmasin pada tanggal 7 November 2021 untuk membahas mengenai sistem pemilwa yang termaktub dalam SK Dirjen Pendis no 4961 tahun 2016 (sistem perwakilan) serta mengenai kegiatan di kampus.
Sema dan Dema UIN Antasari sebagai representatif dari mahasiswa UIN Antasari melakukan pertemuan dengan Rektor UIN Antasari pada tanggal 9 November 2021 guna menindaklanjuti hasil rapat akbar sebelumnya.
Namun, ternyata pertemuan tersebut masih belum mendapatkan titik temu dikarenakan Rektor UIN Antasari Banjarmasin bersikeras untuk mencoba dan menegaskan untuk berusaha belajar dari kampus-kampus yang sudah melaksanakan sistem pemilwa dengan perwakilan.
Melihat hal demikian, pada tanggal 19 November 2021 Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan melakukan tindak lanjut berupa pertemuan dengan seluruh Organisasi Kemahasiswaan di lingkungan FTK guna membahas problematika tersebut.
Dari hasil pertemuan tersebut, seluruh Ormawa FTK bersepakat untuk menolak wacana pemilwa dengan sistem perwakilan karena dinilai merenggut asas pemilu yang tertuang dalam UU Republik Indonesia tentang pemilihan umum.
Ahmad Munawar selaku Kabid Advokasi DEMA FTK mengatakan, untuk mengedepankan demokrasi yang sehat.
“Sebagai warga negara yang hidup dalam sebuah negara yang mengedepankan demokrasi, hendaknya kita tidak memakai pemilwa dengan sistem perwakilan karena ini bisa menimbulkan pengkhianatan terhadap asas pemilihan umum. Kalau cuman berkaca SK Dirjen Pendis, masih banyak kampus-kampus lain yang tidak memakai peraturan pemilwa yang tertulis dalam SK Dirjen, lantas kenapa kita harus mencoba hal yang tidak sesuai dengan kultur kita?!”ucapnya dia Munawar.
Selain itu, Ketua Umum Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Muhammad Iqbal menjelaskan Pemilwa bukan hanya ajang coba-coba.
“Pemilwa bagi saya bukan ajang coba-coba, pemilwa adalah sebuah kontestasi politik mahasiswa guna melahirkan pemimpin terbaik dari kampus Antasari, jadi sebuah tindakan yang salah apabila pemilwa akan datang dijadikan ajang coba-coba untuk meminimalisir hal yang tidak diinginkan saat pemilwa seperti biasanya diberlakukan”bebernya.
Masih kata M.Iqbal, “Saya sempat mendengar bahwa pemilwa dengan sistem perwakilan digunakan untuk meminimalisir konflik dan menjadikan ini sebagai dasar untuk mengubah pemilwa yang seperti biasanya menjadi pemilwa dengan sistem perwakilan, ini adalah sebuah ketidaktepatan dalam berpikir dan tidak menjadi sebuah solusi yang solutif untuk menanggapi hal tersebut. Saya rasa solusi yang solutif adalah memperbaiki konsep, sistem, serta Perma yang berangkat dari evaluasi di tahun kemaren, bukan malah mengganti dengan sistem perwakilan”, tegasnya.
Iqbal pun berhadap kepada Rektor UIN Antasari untuk segara respon kepada mahasiswa dalam penolakan Pemilwa.
“Saya berharap kepada Rektor UIN Antasari Banjarmasin agar melihat genderang penolakan dari Mahasiswa UIN Antasari Banjarmasin terhadap pemilwa dengan sistem perwakilan, jangan sampai menutup mata akan hal demikian karena ini bisa membuat bapa di-judge sebagai figur yang anti terhadap masukan mahasiswanya.”ungkapnya.
Pihak Rektor UIN Antasari belum memberikan tanggapan atas kejolak mahasiswa ini.
Reporter: Aditya
Editor: Ardi Priana
- Penulis: Admin
:max_bytes(150000):strip_icc():focal(749x0:751x2)/paris-books-tout-080524-fd39052813494b90961263414546e4d9.jpg "Menonton Olimpiade 2024? Bepergian ke Paris dengan Buku-buku Ini")
Saat ini belum ada komentar